top of page

Upaya Hukum Terhadap Penolakan Permohonan Kepailitan

ALA #5 is in collaboration with Harvardy, Marieta & Mauren Attorneys at Law




Pertanyaan MI:

Apa sajakah yang bisa dilakukan kreditur jika kepailitan ditolak pengadilan?

Jawaban:

Terima kasih MI atas pertanyaannya! Pertanyaan yang ditanyakan oleh saudara MI adalah hal-hal apa yang dapat dilakukan kreditur apabila permohonan kepailitan ditolak oleh Pengadilan.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”), terdapat syarat-syarat suatu debitur dapat dinyatakan pailit, sebagai berikut:

1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur; dan

2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.


Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU, ditentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU telah terpenuhi. Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU menentukan bahwa yang dimaksud dengan “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

Apabila permohonan pernyataan pailit tidak memenuhi syarat-syarat yang diuraikan di atas, maka permohonan pernyataan pailit akan ditolak oleh pengadilan niaga.

UPAYA HUKUM KASASI

Dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak oleh pengadilan niaga, maka berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU KPKPU, upaya hukum yang dapat diajukan adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonan kasasi diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan pailit tersebut ditolak, dengan mendaftarkan kepada panitera pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit tersebut.


Selain dapat diajukan oleh debitur dan kreditur yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama di pengadilan niaga, permohonan kasasi juga dapat diajukan oleh kreditur lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.[1]


Selanjutnya, Pasal 12 UU KPKPU menentukan bahwa pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera pengadilan pada tanggal permohonan kasasi. Memori kasasi pada dasarnya berisi alasan-alasan keberatan atas putusan pengadilan niaga dari pihak pemohon kasasi. Adapun panitera pengadilan wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi kepada pihak termohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.


Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi dan panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima.[2] Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi didaftarkan.[3]


Berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU KPKPU, putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Panitera pada Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera pada pengadilan niaga paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan.

UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI

Berdasarkan Pasal 295 UU KPKPU, terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.


Pasal 295 ayat (2) UU KPKPU menentukan bahwa permohonan peninjauan kembali dapat diajukan, apabila:

1. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan. Dalam hal ini, permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap.

2. Pada putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. Dalam hal ini, permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap.


Permohonan peninjauan kembali disampaikan kepada panitera pengadilan dan panitera pengadilan akan mendaftar permohonan peninjauan kembali pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera pengadilan dengan tanggal yang sama dengan tanggal permohonan didaftarkan.


Berdasarkan Pasal 297 ayat (1) UU KPKPU, pemohon peninjauan kembali wajib menyampaikan kepada panitera pengadilan bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali dan salinan permohonan peninjauan kembali beserta salinan bukti pendukung akan diserahkan oleh panitera pengadilan kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.


Pihak termohon peninjauan kembali dapat mengajukan jawaban terhadap permohonan peninjauan kembali yang diajukan, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal permohonan peninjauan kembali didaftarkan. Berdasarkan Pasal 297 ayat (4) UU KPKPU, panitera pengadilan wajib menyampaikan jawaban termohon peninjauan kembali kepada panitera Mahkamah Agung, dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.


Lebih lanjut, Pasal 298 UU KPKPU menentukan bahwa Mahkamah Agung segera memeriksa dan memberikan putusan atas permohonan peninjauan kembali dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal permohonan diterima oleh panitera Mahkamah Agung. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. [4]


Dalam jangka waktu paling lambat 32 (tiga puluh dua) hari setelah tanggal permohonan diterima oleh panitera Mahkamah Agung, Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada para pihak salinan putusan peninjauan kembali yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.

UPAYA HUKUM DALAM HAL PERMOHONAN PKPU DITOLAK

Berbeda dengan perkara kepailitan yang memberikan ruang bagi para pihak untuk mengajukan upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali terhadap putusan permohonan pernyataan pailit yang ditolak, terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) yang ditolak, tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Hal ini diatur dalam Pasal 235 ayat (1) UU KPKPU, yang berbunyi:

Terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.


Pada praktiknya, upaya hukum yang dapat diajukan oleh kreditur dalam hal permohonan PKPU ditolak adalah dengan mengajukan kembali permohonan PKPU tersebut. Hal ini didasarkan pada proses PKPU yang tidak mengenal asas nebis in idem (terhadap suatu perkara yang sama, tidak dapat diajukan tuntutan lebih dari 1 (satu) kali).


Salah satu pakar Kepailitan dan PKPU, Ricardo Simanjuntak menyampaikan bahwa alasan mengapa dalam PKPU tidak berlaku asas nebis in idem dikarenakan sifat dari perkara PKPU itu bukan “sengketa”, melainkan hanya cara penagihan utang yang dapat diajukan kapan saja bahkan berulang. Hanya dengan memenuhi syarat adanya utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, ada lebih dari 1 (satu) kreditur, dan dapat dibuktikan secara sederhana, maka PKPU dapat diajukan kembali meskipun permohonan tersebut sebelumnya pernah ditolak.[5]

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya hukum yang dapat diajukan oleh kreditur apabila permohonan pernyataan pailit ditolak adalah upaya hukum kasasi dan upaya hukum peninjauan kembali (dalam hal putusan telah berkekuatan hukum tetap), dengan tunduk pada persyaratan dan ketentuan yang telah diatur dalam UU KPKPU. Sedangkan dalam perkara PKPU, upaya hukum yang dapat diajukan oleh kreditur hanya mengajukan permohonan PKPU tersebut kembali dikarenakan terhadap putusan PKPU, tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali.

Demikian hasil analisis kami, semoga dapat mencerahkan.

*Jawaban pertanyaan ALSA Legal Assistance ini tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. ALSA Legal Assistance dan ALSA LC UGM tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan, atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam laman ALSA Legal Assistance.

Untuk pendapat hukum lebih lanjut, disarankan untuk menghubungi profesional yang memiliki keahlian pada bidang tersebut*

Sumber:

[1] Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”)

[2] Pasal 12 ayat (3) UU KPKPU

[3] Pasal 12 ayat (4) UU KPKPU

[4] Pasal 298 ayat (2) UU KPKPU

[5] Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan, “Asas Nebis In Idem Tidak Berlaku Dalam PKPU”, pdb-lawfirm.id/asas-nebis-in-idem-tidak-berlaku-dalam-pkpu (diakses 10 Oktober 2021)


Tags:

コメント


Recent Posts
Archive
bottom of page