Upaya Hukum Penolakan Klaim Garansi
Terima kasih atas pertanyaannya! Pertanyaan yang diajukan oleh saudara A adalah terkait bagaimana cara agar konsumen tetap mendapat perlindungan dalam hal distributor menolak klaim garansi barang elektronik yang cacat dengan alasan kerusakan terjadi akibat kesalahan dalam pemakaian.
Jawaban:
Garansi adalah tanggungan atau jaminan penjual bahwa barang yang ia jual bebas dari kecacatan dan kerusakan yang tidak diketahui sebelumnya. Implikasinya adalah selama dalam jangka waktu garansi suatu produk yang dibeli oleh konsumen mengalami kerusakan atau cacat maka pelaku usaha bertanggung jawab atas segala perbaikannya. Ketentuan dan peraturan mengenai jaminan dan pelayanan atas kerusakan produk purna jual ini terdapat dalam Kartu Garansi.
Umumnya, terdapat dua jenis garansi yang dikenal oleh konsumen, yakni:
Garansi Pabrik/Distributor, dinyatakan secara tertulis dan mempunyai jangka waktu klaim garansi yang tegas.
Garansi Toko, dinyatakan secara lisan oleh pelaku usaha dan jangka waktu klaim garansinya hanya beberapa hari saja sejak pembelian.
Dari fakta yang disampaikan oleh Penanya maka dapat diketahui bahwa jenis garansi yang didapatkan oleh Penanya adalah Garansi Pabrik/Distributor.
Dasar Hukum Garansi
Garansi sebagai salah satu bentuk jaminan untuk melindungi konsumen diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Permen Perdagangan RI No. 9/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronika. Adapun ketentuan mengenai cacat tersembunyi diatur dalam Pasal 1504 jo. 1506 KUHPer.
Kewajiban dan Hak Sebagai Konsumen
Sebagaimana yang dimuat dalam huruf a Pasal 5 UUPK, sebagai konsumen anda mempunyai kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang demi keamanan dan keselamatan. Apabila kewajiban ini telah anda lakukan dengan baik maka anda dapat menuntut hak anda sebagai konsumen. Hak anda sesuai dengan bunyi huruf h Pasal 4 UUPK adalah untuk mendapatkan perlindungan serta kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang yang anda terima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya. Hak ini merupakan upaya untuk mencapai tujuan perlindungan konsumen yang tercantum dalam Pasal 3 UUPK.
Menurut angka (1) dan (2) Pasal 25 UUPK, pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kerugian atas kerusakan yang dialami konsumen atas barang yang diperdagangkan dimana ganti rugi yang dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, dalam Pasal 27 dikatakan bahwa pelaku usaha dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang konsumen derita, apabila:
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
Cacat barang timbul pada kemudian hari
Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Dalam kasus ini, yang menjadi titik berat adalah apakah cacat barang elektronik yang anda beli sudah ada sejak pembelian atau terjadi akibat kelalaian anda. Hal ini dapat diketahui apabila pada barang elektronik anda sudah diuji atau dicoba pada saat pembelian. Barang elektronik memenuhi syarat dapat diuji berdasarkan huruf e Pasal 7 UUPK karena pengujian barang tidak akan mengakibatkan kerusakan atau kerugian. Jika kecacatan sudah terindikasi saat awal pembelian tetapi barang tidak diganti maka menjadi kewajiban distributor untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan barang elektronik anda.
Namun, apabila pada saat pengujian tidak ditemukan adanya kerusakan dan selama memiliki barang elektronik tersebut anda sudah memenuhi kewajiban anda sebagai konsumen yakni mematuhi petunjuk penggunaan dengan baik, anda masih dapat meminta pertanggungjawaban atas cacatnya barang kepada distributor atas dasar cacat tersembunyi. Dalam Pasal 1504 jo. 1506 KUHPer, pihak penjual diwajibkan menanggung cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu, kecuali diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun. Kemudian, dalam Pasal 27 UUPK juga dijelaskan lebih lanjut bahwa tanggung jawab pembuktian atas kerusakan dan kerugian dibebankan kepada pelaku usaha yang berarti distributor berkewajiban untuk memberikan ganti rugi selama ia tidak dapat dibuktikan bahwa kerusakan terjadi akibat kelalaian dalam pemakaian.
Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh
Dalam kasus cacat tersembunyi, ketentuan pada Pasal 1507 KUHPer mengatur dua upaya yang dapat pembeli lakukan, yakni:
Actio Redhibitoria (barang dikembalikan dan uang diminta kembali)
Actio Quanti Minoris (barang tetap berada di pihak pembeli dan ia dapat menuntut pengembalian sebagian uangnya).
Anda dapat meminta penyelesaian internal dengan pihak distributor dengan alternatif upaya tersebut. Namun, apabila setelah upaya ini dilakukan pihak distributor masih menolak untuk memberikan ganti rugi maka sebagai konsumen terdapat beberapa upaya hukum yang dapat anda lakukan, yakni:
Di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
BPSK adalah adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Anda dapat berkonsultasi dan meminta bantuan BPSK untuk menangani sengketa klaim asuransi anda dengan pihak distributor dengan cara musyawarah untuk mufakat melalui mediasi, arbitrase, atau konsiliasi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Mengajukan sengketa ke badan peradilan di tempat kedudukan anda. Namun, menempuh jalur pengadilan kurang disarankan dalam sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen terutama dalam kasus anda dimana objek sengketanya adalah barang elektronik karena tidak sebandingnya biaya perkara dan kerugian yang dituntut.
Sebagai penutup dan saran, kami menyarankan agar anda segera mengkonsultasikan masalah ini ke BPSK sebelum masa garansi barang terkait berakhir agar sengketa ini dapat segera diselesaikan di luar pengadilan dengan perundingan antara anda dan pihak distributor melalui BPSK sebagai perantara untuk mencapai kesepakatan yang didapat diterima oleh kedua belah pihak.
*Jawaban pertanyaan ALSA Legal Assistance ini tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. ALSA Legal Assistance dan ALSA LC UGM tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan, atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam laman ALSA Legal Assistance.
Untuk pendapat hukum lebih lanjut, disarankan untuk menghubungi profesional yang memiliki keahlian pada bidang tersebut
*Jawaban kami telah mendapat review oleh Bu Alfatika Aunuriella Dini, S.H., M.Kn., Ph.D (Dosen Departemen Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada).
Daftar Pustaka
Hidayat, T. (2006). Garansi dan penerapannya perspektif hukum islam. Al-Mawarid Journal of Islamic Law, (15), 26051.
Silitonga, S., & Khairiyah, I. (2022). ANALISIS HUKUM JAMINAN TERHADAP PRODUK ELEKTRONIK YANG TIDAK DISERTAI KARTU GARANSI. Justice For Law, 1(1), 38-45.
Anggraini, O. E., Yulifa, W. R., & Santoso, A. P. A. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Garansi Produk Dalam Hukum Bisnis. Prosiding HUBISINTEK, 1, 161-161.
Comments